Saturday, March 20, 2010

3 - Stay Away From My Best Friend

Send it on
On and on
Just one hand can heal another
Be apart
Reach your heart
Just one spark starts a fire
With one little action
The chain reaction will never stop
Make us Strong
Shine a Light and Send it On
Send it on

Paduan suara dari Binus tengah melantukan lagu Send It On yang dipopulerkan oleh Disney Channel Star. Lagu ini dipersiapkan untuk kompetisi paduan suara tingkat SMA se-Indonesia. Reisya dan Agni juga ikut terlibat di dalamnya. Bahkan Reisya ditunjuk untuk tampil solo mengisi bagian depan lagu ini.
“Okey! Bagus. Latihan untuk hari ini selesai. Sekarang kalian bisa pulang. Terima kasih dan tetap latihan di rumah!” perintah Pak Dimas-guru vokal paduan suara, “Emm Reisya? Bisa kesini sebentar?” pinta Pak Dimas kepada Reisya yang baru saja akan melangkah keluar dari ruang musik.

“Ya Pak?” tanya Reisya.

“Saya ingin bicara dengan kamu sebentar. Seperti yang kamu tahu, kompetisi ini sangat berarti untuk sekolah kita. Dan tolong jangan membuat saya berpikir ulang tentang memilih kamu untuk tampil solo dalam kompetisi ini.” Kata Pak Dimas.

“Maksud Bapak?” tanya Reisya keheranan.

“Reisya, saya minta kamu untuk lebih disiplin saat berlatih. Akhir-akhir ini kamu sering mangkir dari latihan, datang terlambat. Kamu tahu kan, kalau kompetisi ini tinggal satu bulan lagi?!”

“Iya, Pak. Saya minta maaf. Tapi Bapak sendiri kan tau kalo saya memang cukup sibuk. Bukan hanya di sekolah, tapi juga di luar. Saya kan juga harus latihan cheers, rapat OSIS dan juga pemotretan dan shooting. Bapak bisa maklum kan?” kata Reisya memohon.

“Selama itu tidak mengganggu jadwal latihan kita, itu tidak masalah buat saya. Malah saya bangga punya murid yang aktif seperti kamu. Tapi kamu harus menentukan skala prioritas. Ini untuk tim,” jelas Pak Dimas.

“Siap, Pak!” kata Reisya yang lalu hendak pergi meninggalkan Pak Dimas, tapi dicegah oleh Pak Dimas.

“Tunggu Reisya! Saya belum selesai. Masih ada satu hal lagi,” Pak Dimas menarik nafas, bersiap-siap meluncurkan pidatonya lagi. Reisya tampak was-was, menduga-duga apa yang akan terjadi, “Suara kamu bagus. Indah malah. Itu yang membuat Bapak berpikir untuk memasang kamu dalam penampilan solo lagu ini. Tapi...... saya tidak merasakan nyawa dari lagu ini. Saya merasa kamu seperti asal nyanyi. Asal bunyi. Pesan dari lagu ini tidak sampai ke telinga saya. Saya minta sama kamu untuk lebih berlatih dalam penghayatan lagu ini. Mengerti?” tanya Pak Dimas yang diikuti anggukan dari Reisya, “Kamu bisa pulang sekarang!” lanjut Pak Dimas.



Sambil menunggu Reisya, Agni memilih untuk berada di ruang OSIS untuk menyelesaikan pekerjaannya. Di OSIS ini jabatan Reisya sebagai sekretaris 2. Dan sekarang dia sibuk membuat undangan rapat OSIS untuk besok. Tidak lama, Edo datang menghampiri Agni. Edo juga salah satu pengurus OSIS yang bergerak di bidang mading. Hasil tulisannya sering di pasang di mading. Dan tidak sedikit yang memuji kehebatannya dalam menulis. Puisi-puisinya pun sering diikut sertakan dalam lomba-lomba. Dan tidak jarang Edo memenangkannya. Tapi kepopuleran Edo hanya sebatas karyanya saja. Tidak banyak yang mengenal Edo karena memang Edo tipe orang yang introvert. Murid-murid populer macam Reisya mana mungkin mengenal Edo?!

Edo salah satu siswa yang menggunakan program beasiswa. Dia siswa yang berprestasi. Selalu menjadi juara kelas sejak dia masih SD. Selain karena berprestasi, dia mendapatkan beasiswa juga karena ekonomi keluarganya yang lemah. Satu tahun yang lalu keluarganya terpaksa harus pindah rumah dari istananya terdahulu di Menteng. Ayahnya terbukti terlibat kasus penggelapan uang dan harus meringkuk di penjara dan membayar denda atas perbuatannya. Rumah dan harta bendanya pun disita. Dan sampai sekarang ayahnya harus tetap bertahan di penjara sampai paling tidak tiga tahun lagi. Untuk itu Edo yang merupakan anak sulung di keluarga, harus membantu ekonomi keluarganya dan menggantikan peran ayahnya menjadi kepala keluarga untuk menghidupi Ibu dan kedua adik perempuannya. Ibunya mengalami depresi ringan. Tapi jangan mengharapkan respon yang baik dan wajar dari ibunya ketika kalian berkunjung ke rumah Edo!

“Agni?” panggil Edo yang sempat mengagetkan Agni karena suara langkah Edo yang nyaris tak terdengar.

“Hei, Do,” sapa Agni, “Loe belum balik?” tanya Agni.

“Belom. Masih ngurusin mading,” jawab Edo sambil menggeser kursi agar berhadapan dengan Agni, “Kamu lagi ngapain?” Ini dia salah satu ciri khas Edo. Tidak pernah menggunakan kata ‘Loe-Gue’ dalam bahasa sehari-harinya.

“Bikin undangan rapat buat besok,” jawab Reisya. Kedua matanya tertuju pada kertas yang sedang dibawa Edo yang membuat dia penasaran ingin tahu, “Apaan tuch?” tanya Agni sambil menunjuk kertas yang berada di genggaman tangan kanan Edo.

Edo sedikit gelagapan ketika Agni bertanya seperti itu. Dengan malu Edo memberitahu Agni bahwa kertas itu berisi puisi yang dia buat untuk Reisya. Sebenarnya Edo juga teman SMP dan tetangga Reisya ketika masih di Menteng. Tetapi Reisya tidak pernah mengenal Edo. Dan sejak SMP, Edo sudah menyimpan perasaan untuk Reisya tanpa berani mengutarakannya. Baginya, Reisya sangat sulit untuk digapai.

“Untuk Reisya dari pengagummu, Edo???” Agni tampak terkejut ketika membaca bagian terakhir puisi itu.

“Iya. Puisiku jelek ya?” tanya Edo dengan wajah memelasnya.

“Bukan gitu. Puisi loe bagus. Bagus banget malah. Tapi, kalo loe nyantumin nama loe di puisi ini, loe sama aja ngungkapin perasaan loe ke Reisya,”

“Emang itu tujuan aku. Emang kenapa?”

“Emang kenapa??? Reisya udah punya cowok. Dan cowoknya itu si Bono. Loe tau kan gimana si Bono?!”

“Iya. Tapi.......”

“Loe cuma cari mati,” kata Agni tiba-tiba, “Gue nggak mau nyakitin loe. Tapi...” Agni mengambil nafas di sela pembicaraannya. Dia takut kata-kata yang akan keluar dari mulutnya akan menyakiti perasaan Edo, “Gue kenal baik siapa Reisya. Dan kalo dia sampai tau pengagumnya itu loe yang notabene......” Agni tidak sanggup untuk melanjutkan kata-katanya. “nggak populer dan nggak selevel buat Reisya” lanjutnya dalam hati.

Edo tahu apa yang selanjutnya akan dikatakan Agni, “Aku tau, Agni. Kamu nggak perlu ngelanjutin omongan kamu.”

“Kalo gue boleh kasih saran ke loe. Mending loe urungin lagi niat loe ini. Selain loe bakal dapat masalah dari Bono, loe juga bakal dapat masalah dari Reisya sendiri. Loe ngerti kan?”

Edo hanya mengangguk pelan tanpa mengucapkan satu patah kata pun. Dia berpikir Agni ada benarnya. Tentu saja Reisya tidak akan terima jika pengagumnya adalah dari kalangan murid unpopuler. Dan dalam lima menit mereka hanya diam tanpa bicara sedikit pun. Karena tidak tahu apa yang akan dilakukan lagi, Agni membereskan meja dan merapikan berkas-berkasnya. Sesekali dia melirik Edo yang tertunduk lesu menatapi puisinya.

“Gue balik ya, Do,” pamit Agni yang kemudian berjalan keluar dari ruang OSIS meninggalkan Edo sendirian di sana.



“Reisya!”

Merasa namanya dipanggil, Reisya langsung menoleh ke asal suara. Sebenarnya dia malas untuk merespon panggilan itu. Suaranya terdengar sangat familiar. Suara-suara yang setiap malam selalu mengganggunya. "" Oh sh*t! Kenapa mesti ketemu Bono sekarang?" Batin Reisya.

“Seharian ini aku nggak ketemu kamu. Kangen....” kata Bono setelah berada di depan Reisya.

“Oh ya? Hehe” Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari arah belakang Bono. Reisya langsung menoleh dan mencari suara itu. Tapi Boni terlihat tenang-tenang saja.

“Calm down, beib. Biasa anak-anak kok lagi seru-seruan..” kata Bono mencoba menenangkan Reisya.

“Seru-seruan apa?” tanya Reisya penasaran.

“Apa lagi?? Si cupu...”

“Diapain???”

“Nggak tau. Kayaknya ditelanjangin sama anak-anak,” Bono lalu menarik tangan Reisya dan mengajaknya duduk di bangku dekat mereka, “Duduk dulu dech, ngobrol bentar.”

“Aku lagi nggak ada waktu. Besok aja ya ngobrolnya! Bye...” pamit Reisya yang langsung berlari ke arah Agni yang baru keluar dari ruang OSIS. Bono yang ditinggal sendiri memilih bergabung bersama teman-temannya yang masih asyik dengan “mainan” mereka.

“Agni! Loe kemana aja sich?” tanya Reisya sambil menjajari langkah Agni.

“Ruang OSIS. Bikin surat undangan. Besok mesti dateng loe!”

“Besok?? Gue ada casting iklan provider baru.”

“Terserah loe aja dech. Nanti kalo dapet teguran dari Dira, baru kapok loe!” kata Agni.

“Alah Dira gini...” kata Reisya dengan nada meremehkan. Reisya tampak celingukan melihat tiap sudut sekolah seperti mencari sesuatu atau mungkin seseorang, “Mana sich si Tommy??”

“Loe balik sama Tommy? Mau kemana emang?” tanya Agni tampak antusias.

“Nggak. Tommy kesini mau nyamperin gebetannya yang baru. Gue penasaran aja siapa orangnya,” jawab Reisya.

“Gebetan??” tanya Agni lesu. Umur panjang. Tommy tiba-tiba datang dari arah belakang Reisya dan Agni mengageti mereka dengan menepuk pundak mereka. Agni yang tahu bahwa Tommy-lah yang mengagetkannya malah senyam-senyum tidak jelas. Tapi tangan Tommy tidak juga pergi dari pundaknya. Tommy malah melingkarkan lengannya ke pundak Agni-pundak Reisya juga sebenarnya-, tapi tetap saja, Reisya tidak merasakan apa-apa. Berbeda dengan Agni yang sibuk menahan rasa groginya ketika Tommy berada begitu dekat dengannya. Dia terus berupaya menenangkan dirinya dalam hati. “Apa-apaan sich gue pake acara deg-degan segala?! Calm down Agni! Ambil nafas, buang. Ambil nafas, buang. Ambil nafassssss, bu........" BREEEETTTT*

“Suara apaan tuch??” tanya Tommy kaget.

“Great! Kentut di depan cowok yang loe taksir?? SMART!Please God! Jangan sampai Tommy sama Reisya tau kalo suara itu dari hamba..”
batin Agni masih dengan rasa deg-degannya yang bertambah akibat insiden kentut ini. Tapi Reisya dan Tommy sudah tidak mempedulikan suara “aneh” tadi lagi. Tommy pun melepaskan lengannya dari kedua cewek itu, yang membuat Agni bisa bernafas lega.

“Tommy! Gue tungguin dari tadi. Gue penasaran sama gebetan loe itu. Yang kata loe, gue aja lewat dibandingin sama dia,” kata Reisya.

“Bentar lagi juga nongol...” kata Tommy sambil mencoba mencari sosok gebetan barunya.

“Namanya siapa sich?” tanya Reisya penasaran.

“Emmm Alexa.”

“ALEXA?????” teriak Reisya saking terkejutnya.

“Ya, Sya?” jawab seorang cewek yang tiba-tiba ada di hadapan Reisya. Jelas. Cewek itu adalah Alexa, “Hai Tom? Jadi mau pergi?” tanya Alexa pada Tommy.

“Jadi dong!” jawab Tommy. Tiba-tiba Reisya menarik tangan Tommy dan membawanya menjauh dari Alexa, “Apa-apan sich loe??” tanya Tommy tidak terima.

Kisah klasik anak remaja. Ada bagian cinta-cintaan, persahabatan atau genk-genk eksis, dan tentu juga ada pihak musuh yang mewarnai kehidupan remaja. Termasuk Reisya. Baginya, Alexa adalah musuh bebuyutannya. Mereka berdua sama-sama bersaing mendapatkan tempat teratas di SMA ini. Tentu saja memperebutkan gelar “Princess of the school” alias cewek paling populer di sekolah. Alexa juga sama dengan Reisya yang mempunyai background di dunia model. Bahkan bisa dibilang, Alexa terjun lebih dulu dan namanya lebih dikenal sebagai model dibanding Reisya. Itu yang membuat Reisya tidak terima dan sangat terobsesi untuk menyaingi Alexa. Mereka berdua juga sama-sama aktif di kelompok Cheerleaders sekolah. Tentu saja berupaya mendapatkan posisi sebagai head cheerleader. Itulah yang membuat suasana persaingan sangat kental di antara mereka.

“Yang musuhan sama Alexa itu loe, bukan gue. Jadi gue bebas mau pergi sama dia, mau dating atau malah pacaran sama dia,” tegas Tommy.

“Tapi....” belum sempat menyelesaikan kata-katanya, Tommy sudah meninggalkan Reisya dan berlalu bersama Alexa. Dan Reisya cuma bisa menggerutu sendiri, “Ahh nyebelin! Nggak bakal gue biarin Alexa manfaatin Tommy buat ngehancurin popularitas gue!”



“................ There's Power in all the choices we make, So I'm starting now not a moment to wait.........” Itu sepenggal kalimat yang ada di lagu yang akan dibawakan solo oleh Reisya. Reisya tampak sedang berusaha keras untuk melatih suaranya dan tentu saja penghayatannya yang dinilai oleh pelatih paduan suaranya, Pak Dimas, kurang. “Kurang apa lagi sich gue?? Bisa-bisanya Pak Dimas bilang gue nggak ada penghayatan, nggak tulus nyampein lagu,” gerutu Reisya di depan cermin besar di kamarnya.

“Kurang keras loe! Gila. Suara loe itu sampai kedengeran di depan rumah,” kata Tommy yang tiba-tiba saja sudah berada di depan pintu kamar Reisya. Reisya yang tahu Tommy datang langsung menunjukkan sikap tidak sukanya dan memasang muka cemberutnya. “Masih ngambek loe? Ya ampun, Rei... Gue mesti gimana biar loe nggak ngambek lagi?” tanya Tommy.

“Jauhin Alexa!” jawab Reisya ketus.

“Segitu bencinya loe sama Alexa? Padahal dia anaknya lumayan asik loh.. Loe nya mungkin yang belom kenal dia dengan baik.”

“Dia itu belagu. Dan gue yakin, dia cuma nggunain loe buat nyari tau kelemahan-kelemahan gue. Yah walaupun gue juga nggak tau kelemahan gue apa. Dan kita itu kan temenan udah dari kecil. Musuh satu musuh bersama kan?!”

“Bukan karena gue ganteng??” tanya Tommy.

“Plis deh, Tom. Gue serius. Bukannya selama ini loe selalu ngertiin gue. Loe kan udah kayak abang gue sendiri. Gue masih adek kesayangan loe kan?!” bujuk Reisya dengan jurus andalannya yaitu tatapan matanya yang mengiba dengan sedikit berkaca-kaca.

“Oke dech.....” kata Tommy pasrah karena dia emang tidak tahan dengan tatapan mata Reisya yang mulai mengiba seperti itu.

Tuesday, March 16, 2010

2 - Temu Kangen

Reisya dan Tommy terlibat percakapan di dalam mobil Tommy yang sedang melaju di jalanan Jakarta siang itu. Sehari setelah mereka bertemu di sekolah waktu itu, mereka janjian untuk jalan berdua, melepas kangen. Tommy sepakat untuk menjemput Reisya di sekolah dan melanjutkan perjalanan menuju PIM.

“Oke! Yang tadi itu bener-bener norak, Tom. Bukan gaya loe banget pake acara sok cool, malu-malu di depan cewek-cewek itu. Gue tau loe banget. SD aja loe dah bisa tebar pesona dan ngegombal” kata Reisya sambil memutar CD player mobil Tommy.

Tommy hanya tersenyum mengiyakan. “Itu taktik, Rei” jawab Tommy singkat. Dari semua teman Reisya, hanya Tommy yang memanggil cewek itu dengan sebutan Rei.

“Nggak pernah berubah.”

“Iye! Sama kayak loe. Gue pikir loe bakal berubah jadi cewek kalem, down to earth. Tapi masih gini aja loe.”

“Maksud loe??” tanya Reisya.

“Loe nggak ngerti apa pura-pura nggak ngerti?! Obsesi loe jadi artis besar bikin loe jadi sok berkelas di depan temen-temen loe. Emang gue nggak liat tadi di sekolah, loe sok-sok-an jadi kayak princess wannabe gitu. Sok-sok acuh, sok-sok nggak peduli. Loe itu terlalu pilih-pilih cari temen. Cuman itu-itu aja kan temen-temen loe. Dari email-email loe, cuma itu-itu aja yang loe ceritain. Dan terbukti cuma orang yang jadi pengikut setia loe,” kata Tommy panjang lebar.

Reisya yang diajak bicara sengaja tidak mengubris perkataan Tommy. Dia malah asyik melihat-lihat jalanan Jakarta dari jendela mobil sambil melahap cemilan buah yang selalu ada di dalam tasnya. Dia selalu menjaga berat tubuhnya. Profesinya sebagai model menuntutnya untuk menjaga pola makannya. Karena dietnya yang ekstrem, dia bahkan pernah dikira mengidap anoreksia. Merasa tidak diperhatikan dari tadi, Tommy meneriakkan nama Reisya tepat di telinga cewek itu.

“REISYA!!!”

“Apaan sich??” bentak Reisya balik, merasa ketenangannya terganggu dengan suara Tommy, “bisa nggak sich nggak teriak?? Ini mobil kali. Spacenya kecil. Loe ngomong pake volume normal aja, gue masih bisa denger,” gerutu Reisya dengan mulutnya yang manyun-manyun.

“Jawab kalo denger,” Suara Tommy sudah kembali normal.

“Gue males nanggepin pidato loe. Nggak di email, di telpon, sms semuanya cuma bahas masalah temen yang gue punya. Gue heran, loe jauh-jauh ke Paris buat sekolah pidato yah?!”

Seperti biasa, Tommy memasang tampang innocentnya. Konsentrasinya teralih pada jalan Sultan Iskandar Muda yang siang itu memang macet parah.

“Lagian gue juga nggak masalah dengan jumlah temen yang gue punya,” lanjut Reisya, “buat gue, yang terpenting itu mereka kenal gue. Bukan gue yang mesti susah payah kenal mereka.”

“Terserah loe aja dech,” kata Tommy pasrah, “kenapa sich niyh jalan macet banget?? Gini caranya nggak nyampe?? Lapeeeerrrr....” gerutu Tommy.

“Namanya juga Jakarta,” jawab Reisya menanggapi Tommy, “Udah lupaaaaa??”

Tommy tampak mengacuhkan perkataan Reisya. Matanya berbinar-binar seperti menemukan harta karun. Dia melihat ada MC’D drive-thru. Langsung saja dengan nafsu yang sudah tidak terbendung, dia menepikan mobilnya di depan MC’D.

“Eh bilangin masnya. Burger 2, kentang 2 sama colanya yang ukuran gede!” pinta Tommy pada Reisya.

“Gile! Laper apa doyan bang??” goda Reisya.

“Lho loe nggak mau?”

“Ya nggak dong. Gue kan mesti jaga pola makan gue.”

“Oh iyeee loe kan anoreksia,” ejek Tommy dengan ketawa-tawa geli, “jangan dibatalin! Mumpung gue lagi laper!” perintahnya.

Sambil menunggu pesanan, mereka pun melanjutkan obrolan yang sempat terputus karena perut Tommy yang tidak bisa diajak kompromi. Tommy membuka obrolan dengan menanyakan gimana hubungan Reisya dengan pacarnya, Bono-kapten futsal di sekolahnya-. Bono dan Reisya sudah berpacaran selama dua bulan. Ceritanya si Bono yang sebenarnya seniornya Reisya sudah naksir berat sejak Bono menjadi kakak pengampunya saat MOS. Bono mulai gencar pedekate. Bahkan Reisya mendapatkan perlakuan istimewa dari Bono saat MOS berlangsung. Kalau murid-murid baru harus digembleng dan sedikit dijahilin, Reisya tidak pernah merasakannya. Reisya mendapat perlindungan penuh dari Bono. Siapa juga yang berani dengan Bono?

Bono adalah murid yang sering melakukan bullying di sekolahnya. Targetnya, tentu saja murid-murid yang cupu, kuper dan aneh. Korbannya sudah tidak terhitung lagi. Bono juga sering menjadi pengunjung setia Ruang BK karena kelakuannya. Tapi semua itu tidak pernah membuatnya jera. Malah membuatnya makin menjadi-jadi. Di sekolah itu cuma satu orang yang berani dengan Bono. Dira-sang ketua OSIS- yang sekaligus kapten tim basket. Mau tahu tentang Dira?? Sabarrrr

Sebenarnya Reisya eneg juga melihat tingkah Bono yang sok bossy dan membuatnya emosi. Tapi tetap, Reisya melihat semuanya dari segi keuntungan yang akan dia dapat jika berpacaran dengan Bono. Bono termasuk golongan murid kalangan atas dan terkenal seantero sekolah. Jelas itu akan memuluskan jalannya menjadi the “It Girl” di sekolahnya. Dan terbukti, selain ditunjang dengan profesinya sebagai model, dengan berpacaran dengan Bono berhasil membuat Reisya menjadi Princess of School. Tapi ternyata memang benar. Sabar memang ada batasnya.

“Gue udah nggak tahan pacaran sama Bono. Serasa pacaran sama preman, tau nggak?!” kata Reisya saat mobil Tommy mulai melaju meninggalkan MC’D.

“Good! Cari cowok yang bener napa??” kata Tommy setuju.

“Tapi bingung juga gimana mau mutusin. Gue takut. Nanti kalo dia terus ngroyok gue karena nggak terima gimana?”

“Dodol! Nggak mungkin lah..”

“Amien!! Kata Reisya penuh harap, “Eh kalo loe? Berapa cewek di Perancis yang udah kena rayuan gombal loe??” lanjut Reisya.

“Berape yee??” kata Tommy mengingat-ingat, “Lupa!”

“Ah pelit loe. Nggak bagi-bagi. Pas ngobrol lewat email juga. Loe nggak pernah cerita cewek-cewek loe di sana. Masak iya Tommy Revan Dharmawangsa nggak berhasil naklukin cewek Perancis barang satu pun,” gerutu Reisya.

“Nothing special,” kata Tommy yang sedang berkonsentrasi pada lalu lintas yang sedang tidak bersahabat siang itu, “Yeee akhirnya nyampe!” teriak Tommy kegirangan karena sudah tidak betah berlama-lama berkutat di jalanan Jakarta yang memang menguras banyak emosi ini.

***

“Loe kelaperan ya?” tanya Reisya keheranan melihat sahabatnya yang sedang menyantap makan siangnya ronde kedua, “Perasaan tadi loe udah makan di mobil.”

“Biarin!” jawab Tommy acuh, “Loe makan juga kek! Gue nggak tega ngelihat badan loe yang kayak keripik gitu. Atau loe beneran anoreksia??” selidik Tommy.

“Sialan! Badan gue kurus karena diet sehat gue. Gue emang bener-bener jaga pola makan gue. Malu dong model badan dobel!” jawab Reisya.

“Makan dikit kek! Nemenin gue. Ya? Ya?” rengek Tommy.

“Oke dech,” Reisya pasrah dengan permintaan Tommy, “Gue cari salad dulu dech,” kata Reisya lalu bangkit dari kursinya dan mencari tempat salad bar.

Tommy yang ditinggal sendiri memutuskan untuk berkonsentrasi kembali dengan sajian makanan di depannya. Tapi ternyata konsentrasinya terpecah melihat seorang cewek yang duduk di seberang mejanya. Cewek itu juga memakai seragam yang sama dipakai oleh Reisya. Cewek itu cantik banget. Itu yang ada di pikiran Tommy saat itu. Apalagi cewek itu tersenyum pada Tommy. Membuat Tommy mabuk kepayang. Dengan jurus andalannya, Tommy memperlihatkan senyum nakal dan menggodanya.

***

“Lama amat sich?” tanya Tommy pada Reisya yang sudah kembali lagi di kursinya dengan membawa salad favoritnya.

“Antri,” jawab Reisya singkat yang tanpa ba-bi-bu langsung menyantap salad di mejanya.

“Eh gue dapet gebetan baru. Dia anak Binus juga. Cantik banget. Loe mah lewat..” cerita Tommy.

“Oh ya? Ada yang nyaingin gue? Ketemu di mana?”

“Ya di sini lah. Gue kan nggak kemana-mana,” jawab Tommy.

“Namanya?” tanya Reisya.

“Gue bilang pun ke loe, gue nggak yakin loe bakal kenal. Model kayak loe..”

“Terus mana orangnya?” tanya Reisya sambil celingukan melihat meja sekitarnya dengan maksud akan menemukan cewek yang memakai seragam yang sama dengannya.

“Udeh pulang. Gue dapet nomernya,” kata Tommy kegirangan, “Oh ya. Gue mau ngomong penting niyh sama loe,” lanjut Tommy mengganti topik pembicaraan.

“Apaan? Mau langsung ngelamar tuch cewek?” tanya Reisya bercanda. Tapi Tommy sedang tidak ingin bercanda. Terbukti dengan tatapan galaknya untuk Reisya, “Oke! Apa?” tanya Reisya serius.

“Gue.....”

“Jangan bilang loe mau nembak gue!” potong Reisya.

“Rei!” bentak Tommy. Reisya Cuma cengar-cengir, “Gue pengen bikin band!” lanjut Tommy.

Reisya yang baru saja mendengar perkataan Tommy, menghentikan acara makannya. Dia melotot keheranan dan tidak percaya dengan apa yang dia dengar. “Ini Tommy kan?” tanya Reisya.

“Hei! Dengerin gue dulu. Gue tau ini kedengaran gila dan nggak-gue-banget. Tapi gue emang pengen bikin band. Malah dari gue SMP. Tapi gue nggak bisa bikin band di Perancis. Gue bingung sama bahasa mereka,” jelas Tommy.

“Terus?”

“Gue pengen minta bantuan loe buat rekrut orang-orang yang emang kompeten di bidang musik. Karena loe tau gue belum punya banyak temen di sini. Plus gue juga nggak sekolah umum kayak loe. Gue kan home-schooling. Dan ada permintaan gue khusus buat loe,” Tommy menarik nafas di sela pembicaraannya, “Gue pengen loe jadi vokalis di band gue ini,” pinta Tommy.

“Gue juga nggak tau siapa orang yang bisa maen musik. Kalo di sekolah gue, jelas anak ensemble. Cuman gue nggak yakin musiknya cocok apa nggak di band loe. Soalnya musik yang mereka bawain kebanyakan emang musik klasik. Dan soal gue jadi vokalis. Loe gila?!”

“Hah? Gue serius, Rei. Suara loe kan bagus dan gue rasa suara loe lebih cocok buat jadi vokalis band daripada ikut paduan suara di sekolah loe itu,” kata Tommy.

“Tommy denger! Gue model. Dan gue pengen jadi artis besar yang bakal loe lihat terus di film, sinetron, iklan, majalah-majalah dan jadi model video klip. Dan gue rasa gue nggak cocok di band yang identik dengan orangnya yang cuek, nggak tanggap sama fashion. Gue pengen jadi artis yang berkelas. Sorry, Tom. Loe cari orang laen aja!” jawab Reisya panjang lebar.

“Tapi kan....” Tommy memutuskan untuk tidak melanjutkan kata-katanya. Karena menurutnya percuma debat dengan Reisya saat ini. Obsesi Reisya jadi artis besar memang membuat Reisya merasa cuma dengan orang-orang yang terlihat glamour dan high class, dia merasa cocok. Apalagi kelihatannya Reisya kembali melanjutkan acara makannya yang sempat tertunda. Itu artinya, dia tidak ingin diganggu dan menghentikan pembicaraan. Tommy hanya diam dan berpikir bagaimana caranya bisa membuat Reisya meng-iya-kan ajakannya untuk bergabung dengan band yang ingin dibentuknya.

1 - Meet Her Best Friend

Saya penulis. Saya mencoba menulis apa saja yang ada di pikiran saya. Bukan hanya fiksi, tetapi juga tentang kisah nyata. Apa pun bisa menjadi sumber inspirasi saya. Dari hal kecil sampai besar, semuanya saya tulis. Dan kali ini saya akan menulis tentang kehidupan remaja. Kehidupan yang satu ini memang tidak akan pernah ada matinya. Mereka kaya akan cerita-cerita itu. Tentang kisah-kisah klasik mengenai percintaan, persahabatan, persaingan, kepopuleran. Semua hal itu ada di sini. Dalam sebuah BAND.



Seperti biasa jam dua siang seluruh murid SMA Bina Nusantara International Jakarta pulang. Tidak semuanya langsung pulang ke rumah, ada yang masih sibuk dengan kegiatan ekstrakurikulernya atau cuma sekedar nongkrong atau menggunakan kesempatan ini untuk mojok dengan pacar.

Reisya, Agni, Lola, dan Mara memilih untuk pulang. Sambil berjalan menuju gerbang sekolahnya, seperti biasa mereka bergosip dan berhaha ria. Reisya adalah salah satu murid populer walaupun masih berada di kelas satu. Tetapi semua prestasinya di dunia modeling membuatnya lebih mudah dikenal di kalangan teman-temannya dan tentu saja menjadi pujaan bagi para murid cowok di sekolahnya. Tetapi ketenarannya masih sebatas dalam lingkungan sekolah. Untuk dunia model sendiri, namanya masih belum diperhitungkan. Dia masih dalam hitungan pemula untuk ukuran sebagai artis. Cuma sedikit iklan yang dia bintangi. Dan sebagian besar cuma sebagai figuran. Dia juga ikut dalam paduan suara sekolah. Harus diakui, Reisya punya suara emas. Reisya tergolong sebagai murid kalangan atas. Ayahnya adalah seorang pengusaha kayu yang sudah melebarkan sayapnya di dunia internasional. Ibunya adalah seorang penulis novel yang hampir seluruh karyanya menjadi best-seller. Bahkan ada beberapa novelnya yang masuk di pasaran Malaysia dan Singapura. Menteng adalah istananya.

Agni, sahabat baik Reisya. Mereka sudah bersahabat sejak masih SMP. Agni bukan seorang model. Bukan tergolong “the It Girl”. Tetapi dia pun cukup populer di sekolah ini. Bukan karena dia teman Reisya, tetapi dia memang aktif di OSIS dan bergabung di tim basket sekolah. Dia juga bergabung dalam paduan suara seperti Reisya. Agni juga menjadi idola walaupun tidak seperti Reisya. Tetapi Agni lebih punya banyak teman daripada Reisya. Kepribadiannya yang sederhana dan bersahabat membuatnya lebih dekat dengan teman-temannya. Saking sederhananya, tidak ada yang mengira seberapa kayanya keluarga Agni ini. Dia hanya tinggal berdua bersama Ayahnya di dalam rumah besar di bilangan Pondok Indah. Ayahnya seorang jurnalis senior dan juga seorang pelukis. Karya-karya Ayahnya bisa terjual mencapai puluhan juta bahkan pernah terjual senilai seratus juta rupiah. Ayah dan Ibunya sudah bercerai. Dia punya kakak laki-laki yang sekarang hidup bersama Ibunya di Singapura. Ibunya adalah seorang pebisnis handal. Yang juga menjadi partner bisnis Ayahnya Reisya. Kakaknya sekarang sedang kuliah semester satu di NUS.

Lola dan Mara juga bukan cewek sembarangan. Dua-duanya bergabung dalam cheerleader di sekolah itu-dimana Reisya juga ingin ikut di dalamnya untuk meningkatkan kepopulerannya di sekolah-. Saya tidak akan bercerita tentang mereka berdua. Tidak ada yang menarik dari mereka. Dalam cerita ini mereka hanya sebagai pemanis dan pelengkap. So, kita skip saja bagian ini.

“Hahaha masak?? Si cupu itu dikerjain lagi sama Bono?? Kasian banget sich!” kata Reisya. FYI, Bono adalah kapten tim futsal sekolah yang sekarang memang sedang menjalin hubungan khusus dengan Reisya.

“Iya Sya. Bayangin aja dia dikunci dalam gudang yang bau, banyak tikus, kecoa plus gelap. Iyuuuuuwh” kata Lola.

Agni yang dari tadi mendengar obrolan mereka bertiga cuma senyum-senyum saja. Dia tidak tertarik dalam percakapan ini.

“Sya, dapat salam dari Edo. Dia tanya kabar loe” sela Agni.

“Siapa?” tanya Reisya acuh.

“Edo. Temen kita dari SMP. Inget kan loe? Dia pernah juga sekelas sama kita.”

“Oh ya? Anak basket?”

“Bukan.”

“Owhh anak ensemble juga? Ato paduan suara?” tebak Reisya.

“Bukan juga.”

“Emmmm”, Reisya berusaha mengingat-ingat siapa Edo ini, “Jangan-jangan anak olimpiade Fisika itu!”

“Bukan Syaaaa. Itu mah namanya Edwin.”

“Terus siapa Agni??? Dari ekskul mana?” tanya Reisya tidak sabar.

“Dia anak OSIS. Ngurusin masalah mading. Masih nggak inget juga??”

“Ohhhh tau ah” jawab Reisya cuek, “Mana lagi supir gue??”

Kata-katanya pun berhenti ketika dia terpana dengan pemandangan yang ada di depan matanya. Sebuah mobil sedan berhenti tepat di depannya. Tetapi bukan mobil itu yang membuat terpana. Tetapi pengemudi yang baru saja keluar dari mobil itu. Seorang cowok keren. Tampang indo. Badan atletis. Dan semua kesempurnaan yang ada membuat Reisya tidak mampu berkata-kata lagi. Tapi, bukan kekaguman yang terpancar dari mata Reisya. Lebih tepatnya dia terkejut. Tidak percaya.

“Nggak mungkin!! Kata Reisya yang kemudian berlari menghampiri cowok itu dan memeluknya. Agni, Lola dan Mara hanya bengong melihat kejadian di depan mereka itu.



“Okey girls! Kenalin temen gue dari kecil. Dari gue masih bayi. Tommy.” Kata Reisya girang membuyarkan lamunan teman-temannya yang sekarang mereka sudah duduk manis di dalam kafe dekat sekolah mereka.

“Hai Tommy!” sapa Lola dan Mara bersamaan. Agni masih terpaku karena dia masih terkagum-kagum dengan makhluk yang ada di depannya.

“Hai juga.” Jawab Tommy singkat.

“Tommy ini dulu tetangga gue. Tapi abis lulus SD dia pindah ke Perancis buat ikut bokap nyokapnya yang ditempatin di sana. Bokapnya duta besar Indonesia di Perancis. Nyokapnya itu desainer. Dan dress-dress yang gue punya itu kebanyakan hasil karya nyokapnya.” Menoleh ke Tommy, “Gue masih nggak percaya loe nggak bilang dulu ke gue kalo loe mau balik ke Jakarta.”

“Surprise!” jawab Tommy dengan senyum yang tersungging di bibirnya. Dengan tatapan coolnya yang lagi-lagi membuat tiga cewek di depannya meleleh.

“Tommy tinggal di mana? Di Paris??” tanya Mara genit.

“Yups!”

“Pinter bahasa Perancis donk?” tanya Lola dengan kegenitan juga.

“Lumayan.” Jawab Tommy masih dengan gaya coolnya.

Lola dan Mara masih sibuk menginterogasi dan tebar pesona di depan Tommy. Keduanya berlomba-lomba untuk mendapatkan perhatiannya. Hanya Agni yang diam seribu bahasa. Baru pertama kali ini dia tidak bisa berkutik di depan seorang cowok. Selama di dekat Tommy pun, Agni merasa degdegan. Agni benar-benar merasa bodoh saat ini. Reisya yang baru sadar kalau Agni hanya diam pun menegurnya.

“Agni! Diem aja loe?!” tegur Reisya.

“Ahhhh” Cuma itu respon Agni. Dia masih tidak bisa menyembunyikan kesaltingannya. Ohh sial! Apa-apaan sich gue?! Batin Agni, “Gue ke toilet bentar ya..” pamit Agni. Yang dipamitin tidak ada yang merespon. Mereka pun melanjutkan obrolan mereka. Walaupun percakapan ini pun didominasi oleh Reisya dan Tommy.